Senin, 19 Januari 2009

Alat Deteksi Mahasiswa Tukang Contek

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti


Banyak orang salah mengartikan kebebasan yang disediakan oleh gudang informasi online, internet, untuk melakukan plagiarisme. Yang memprihatinkan, tindakan pencontekan itu banyak juga dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar. Berangkat dari keprihatinan itu, beberapa dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan aplikasi anticontek. Namanya Test of Texts Similarity, atau disingkat TESSY.Internet, Positif dan NegatifDi dunia pendidikan, ada dua pendapat tentang internet. Hal itu diakui oleh Didi Achjari, salah satu dosen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGM yang ikut mengembangkan TESSY.
Internet mempermudah pencarian data dan referensi yang diperlukan secara online. Namun, di sisi lain, internet pun bisa jadi media yang memudahkan orang menjiplak hasil karya orang lain. Lewat Google misalnya, mahasiswa bisa leluasa mencari bahan-bahan tugas karya tulis mereka, bisa dengan cepat menemukan literatur yang sesuai, lalu bisa juga menyimpan dan menyalinnya. Cepat dan mudah, tapi tidak sportif dan kreatif.Untuk mengurangi maraknya kasus penjiplakan paper, thesis, atau karya tulis mahasiswa, beberapa kebijakan ditempuh oleh pihak civitas akademis. Antara lain membatasi mahasiswa untuk membaca skripsi, thesis, dan disertasi; serta melarang karya-karya tulis tersebut untuk di-online-kan lewat perpustakaan digital. Untuk mengoptimalkan kebijakan itu, Didi bersama rekan-rekannya― Dimas Muklas (FEB UGM & FMIPA UGM), Aman Rohiman (FMIPA UGM), dan Ajeng Nurhidayati―juga mengembangkan TESSY.TESSY dibuat untuk mendeteksi kemiripan karya tulis mahasiswa. Dengan aplikasi itu, para dosen atau civitas akademis bisa dengan mudah membandingkan dan mendeteksi tingkat kemiripan karya tulis buatan para mahasiswa―antara yang satu dengan yang lain, atau yang tersimpan dalam basis data.Fitur TESSYTESSY dikembangkan sebagai program desktop, bukan aplikasi berbasis web. Menurut Didi, aplikasi ini mungkin untuk dilengkapi dengan fasilitas upload dokumen, agar hasilnya bisa dilihat di mana saja lewat web. “Namun, tentu saja proses komparasi tetap dilakukan di server dan berbasis desktop,” jelas Didi.Syarat utama agar TESSY bisa bekerja adalah tersedianya versi digital, atau softcopy, dari karya tulis. File itu nantinya akan dibandingkan dengan karya-karya tulis yang tersimpan dalam basis data dan perpustakaan digital kampus. Karena setiap lembaga pendidikan umumnya punya standar kemiripan yang bereda untuk dimasukkan dalam kategori penjiplakan, tingkat kemiripan yang ingin dideteksi lewat TESSY sengaja dibuat agar dapat diatur secara bebas.Aplikasi ini hanya mengecek kata-kata. Jadi, bisa membandingkan hasil karya tulis dengan dokumen yang berasal dari mana dan tahun kapanpun. Selain itu, TESSY juga dilengkapi dengan fitur untuk mencetak laporan formal. Jika tak ada masalah dengan karya tulis buatan mahasiswa, laporan ini bisa dijadikan syarat untuk mengikuti wisuda. Tapi, jika karya tulisnya bermasalah, laporan ini akan digunakan untuk bahan dalam proses penyelidikan lebih lanjut.Untuk mendeteksi kemiripan teks dalam dokumen, Didi menjelaskan, ada dua metoda pengujian yang diterapkan dalam aplikasi ini, yaitu uji kemiripan teks dan uji kemiripan frase.Untuk uji kemiripan teks, TESSY menggunakan algoritma perbandingan huruf yang sudah baku , yaitu difference algorithm. Algoritma ini―antara lain digunakan oleh Adobe dan Microsoft―dan dikembangkan oleh Didi untuk membandingkan kata. Uji kemiripan teks ini dipakai untuk menghitung prosentase kemiripan dokumen yang diuji dengan dokumen yang sudah ada. Nilai prosentase tinggi menunjukkan tingkat kemiripan yang sangat tinggi.“Hasilnya cukup valid, namun TESSY belum mengecek sampai level kutipan, dasar teori, dan sejenisnya. TESSY murni hanya membandingkan kata,” papar Didi. “Dengan demikian, hasil kemiripan belum bisa dijadikan keputusan plagiarisme. Perlu dosen ahli untuk mengecek dokumen yang dinyatakan suspect plagiat.”Sementara, untuk metode kesamaan frase, TESSY akan mencari dan menghitung kemunculan frase dan kombinasinya dalam dokumen. Dalam metode ini, karakter-karakter selain teks dan separator dihilangkan dari dokumen. Lalu, aplikasi akan mencari frase dalam dokumen, dan menghitung jumlah kemunculannya. Fitur dalam TESSY juga memungkinkan penguji untuk memasukkan frase yang populer dalam bidang ilmu tertentu. Implementasi di UGMSaat ini, aplikasi TESSY hanya bisa berjalan di sistem operasi Windows. “Aplikasi ini baru diujicobakan di FEB UGM,” kata Didi. Karena baru tahap uji coba, penggunaannya pun baru bersifat random―khususnya jika ada karya tulis yang dicurigai. “Setelah aplikasi ini disempurnakan, bisa saja dipakai fakultas atau universitas lain yang berminat,” tambahnya.Di UGM, dokumen yang dimasukkan ke dalam TESSY adalah yang berformat PDF. Alasannya, saat ini mahasiswa FEB memang diminta untuk menyerahkan skripsi dalam bentuk PDF. Didi mengatakan, “Kalau diperlukan, dalam pengembangan aplikasi TESSY nantinya bisa mengakomodasi file bentuk lain atau file teks biasa.”Menurut Didi, implementasi TESSY untuk kalangan pendidikan sangat adil. Pasalnya, keputusan bahwa mahasiswa melakukan praktik plagiarisme atau tidak tetap ada pada dosen pembimbing, atau lembaga lain yang menginvestigasi para suspect plagiat itu. “Sistem ini sangat fair bagi kami, di mana ada kombinasi yang baik antara tools (TESSY) dan decision maker (investigator atau pakar),” katanya.TESSY sempat diikutsertakan dalam ajang Acer Intel E-Learning Competition, September 2008. Aplikasi inovatif ini sukses meraih penghargaan terbaik untuk kategori dosen kelompok.

Tidak ada komentar: