Senin, 11 Februari 2008

Memupus Bayangan Ritual Penghijauan

Kota Bandung selalu menghadapi permasalahan yang sama setiap memasuki musim penghujan, yakni banjir. Banyak penyebab dapat dijadikan alasan kemunculan banjir, tapi akar permasalahannya terletak pada krisis lingkungan yang telah berlangsung lama akibat praktik pembangunan yang eksploitatif. Banyak kegiatan pembangunan menyebabkan beralihnya fungsi lahan, sehingga ruang terbuka hijau (RTH) semakin berkurang. Hasil penelitian Kantor Litbang Kota Bandung dan PPSDAL Unpad (2003) mengungkapkan selama periode 2002-2003, jumlah total taman kota di Kota Bandung sebagai salahsatu bentuk RTH, berkurang sebesar 2,44% yaitu dari 450 taman pada tahun 2002 menjadi 439 taman pada tahun 2003. Bila dibandingkan dengan total luas kota (16,729 ha), proporsi taman baru mencapai 4,8%, masih jauh dari jumlah minimal ketersediaan RTH sebesar 10%.
Dalam jangka panjang, kondisi ini tentu berbahaya karena dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup warga. Karena itu, program penghijauan menjadi salahsatu upaya penting yang harus dilaksanakan untuk menangani krisis lingkungan. Namun, praktiknya, ada kecenderungan pelaksanaan penghijauan belum konseptual, malah terkesan asal jadi. Penghijauan berhenti hanya sampai penanaman pohon, bahkan seringkali pohon yang dipilih adalah yang mudah diperoleh, murah harganya dan cepat tumbuh. Padahal, penghijauan seyogianya diarahkan untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. Artinya, penghijauan tidak bisa dilakukan secara sembarangan, apalagi menjadi sekedar ritual musiman. Penghijauan bukan mantera yang bisa secara otomatis mengatasi krisis lingkungan karena setelah pohon-pohon itu ditanam, harus dipelihara agar keberadaannya benar-benar berfungsi.
Penghijauan yang komprehensif perlu dilandasi oleh kebijakan multidimensional yang berawal dari Rencana Tata Ruang Wilayah. Kebijakan ini akan menentukan berapa RTH yang perlu disediakan, di mana lokasinya, apa bentuknya, dan bagaimana model pengelolaannya. Pendataan tentang pola penyebaran RTH, konversi RTH menjadi tata guna lain, dan kejelasan jenis vegetasi yang ada dalam RTH merupakan hal-hal pokok yang perlu diatur untuk mendukung program penghijauan. Penentuan jenis pohon yang akan ditanam pun harus mempertimbangkan kebutuhan temperatur, air, tanah, daya tahan terhadap hama dan penyakit, persyaratan budidaya, dll sehingga bisa ditentukan metode pemeliharaan yang tepat.
Selain itu, perlu dipertimbangkan penerapan kebijakan insentif dan disinsentif untuk menunjang program penghijauan, misalnya melalui subsidi silang dari pajak daerah untuk kontinuitas pemeliharaan RTH. Pola kemitraan pemerintah dan swasta atau pemerintah dan masyarakat juga dapat dikembangkan untuk pemeliharaan taman kota atau jalur hijau di lingkungan komunitas.
Dengan demikian, untuk memupus kesan penghijauan sebagai ritual, perlu ada desain kebijakan penghijauan yang multidimensional, dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan yang dilakukan secara terus-menerus.


*) Dipublikasikan dalam Harian Umum Tribun Jabar, 15 November 2007

Tidak ada komentar: