Jumat, 11 Maret 2011

Mengelola Paradoks World Class University

Visi Unpad dalam Renstra Unpad 2007-2013 adalah Menjadi Universitas Unggul Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Kelas Dunia. Visi ini sejalan dengan visi Dikti, bahkan sejalan dengan agenda global dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yakni world class university, research university, enterpreneurship university, dan konsep-konsep sejenisnya. Permasalahannya adalah, jika memang Unpad harus mengikuti agenda global tersebut maka strategi apa yang memiliki daya ungkit (leverage) untuk mengakselerasi laju Unpad menuju universitas unggul dalam penyelenggaraan pendidikan kelas dunia?

Pengalaman berbagai perguruan tinggi di dunia dan juga di Indonesia menunjukkan bahwa pendekatan utama yang digunakan adalah dengan melakukan perubahan institusi perguruan tinggi agar kompatibel dengan karakter perguruan tinggi kelas dunia. Konsep ini sebenarnya tidak salah, tapi yang seringkali terabaikan adalah kesadaran bahwa perubahan institusional harus berangkat dari kondisi kontekstual, dari indentifikasi kondisi eksisting, apa yang bisa dilanjutkan dan apa yang harus diubah. Kesadaran ini menjadi penting karena ada titik awal yang berbeda antara perguruan-perguruan tinggi di negara berkembang dengan di negara maju. Penyelenggaraan pendidikan tinggi di negara-negara maju telah berlangsung berabad-abad, sehingga budaya akademiknya telah melembaga dan karenanya tidak mengherankan bila peringkat-peringkat teratas dari berbagai kategori perguruan tinggi kelas dunia diisi oleh perguruan tinggi di negara maju. Di negara-negara berkembang, keberadaan perguruan tinggi seringkali lahir bukan semata untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan tinggi, tapi juga karena faktor identitas, politik, bahkan geografis agar perguruan tinggi tidak terpusat di Pulau Jawa. Dalam konteks itu, upaya untuk mengembangkan sebuah budaya akademik yang setara dengan apa yang telah melembaga ratusan tahun di perguruan-perguruan tinggi negara maju tidak mungkin dicapai dalam waktu singkat, sekalipun ada upaya akselerasi. Karena itu, pilihan pendekatan dan strategi yang tepat akan menentukan keberhasilan mengejar ketertinggalan itu. Mengikuti jejak yang dilakukan perguruan-perguruan tinggi lain bisa jadi bukanlah langkah yang tepat karena dengan begitu, Unpad akan selalu berada di belakang. Perlu ada lompatan untuk mengejar ketertinggalan, dan karenanya pola pikir out of the box menjadi keharusan.

Agenda global dalam konsep world class university dan varian-variannya, menempatkan perguruan tinggi sebagai mitra bagi dunia kerja, sehingga konsep ini berkaitan erat dengan konsep link and match, triple helix, knowledge-based economy, dan sejenisnya. Tidak ada yang salah dengan konsep ini, tapi perlu ada kesadaran bahwa konsep-konsep ini rentan tergelincir dalam praktik komersialisasi dan industrialisasi pendidikan karena orientasi pendidikan semata diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Keberadaan perguruan tinggi juga adalah untuk pengembangan ilmu yang tidak selalu harus dikaitkan dengan kegunaan praktis. Kekuatan gagasan (power of idea) inilah yang seringkali terabaikan karena kesibukan perguruan tinggi berperan sebagai penyedia sumber daya bagi kepentingan praktis.

Konsep world class university merupakan konsep pengintegrasian penyelenggaraan pendidikan tinggi dalam suatu negara dengan sistem riset internasional. Dalam konteks ini, maka perubahan institusional tidak hanya berorientasi pada pembenahan kapasitas internal tapi juga kapasitas merespon berbagai tantangan dan peluang eksternal. Kesadaran akan pentingnya belajar dari pengalaman perguruan tinggi lain dalam mengelola kedua hal tersebut memang baik, tapi paradoks yang juga mesti disadari adalah keberhasilan perguruan tinggi itu dalam mencapai posisi kelas dunia justru karena keberanian mereka untuk berbeda (distinct), sehingga dengan perbedaan itu, mereka meraih posisi terdepan di banding perguruan tinggi lain. Jadi, jika Unpad ingin meraih status sebagai penyelenggaraan pendidikan tinggi kelas dunia, maka harus mulai dipikirkan apa ciri khas atau brand image yang akan dikembangkan Unpad yang berbeda dengan perguruan tinggi lain? Apa kekhasan Unpad yang tidak akan bisa ditemukan di perguruan tinggi lain, dan dengan begitu, Unpad akan menjadi perguruan tinggi yang diakui dunia akan kompetensinya dalam mengembangkan kekhasan tersebut. Seperti juga fenomena globalisasi yang memunculkan paradoks menguatnya lokalitas, begitupun status world class university justru akan tercapai bila perguruan tinggi itu menjadi lokal (going local), tapi keseluruhan sistem untuk mengembangkan kekhasan lokalnya tersebut kompatibel dengan rezim internasional.

Dengan berfokus pada pengelolaan paradoks ini, sesungguhnya strategi untuk mencapai status penyelenggara pendidikan tinggi kelas dunia seyogianya berawal dari gagasan tentang kekhasan yang ingin dimunculkan atau dijadikan brand image Unpad, baru kemudian pembenahan institusional dilakukan untuk mewujudkan gagasan tersebut, bukan sebaliknya seperti yang sekarang dilakukan.

Kesadaran bahwa perguruan-perguruan tinggi di negara berkembang (termasuk Unpad) adalah late comer dibanding perguruan-perguruan tinggi di negara maju seyogianya menjadi dasar ketika mendesain perubahan institusional, yang di satu sisi bercorak market-based atau market-friendly dengan rezim internasional, tapi di sisi lain juga mampu memunculkan kekhasan lokal. Untuk masuk dalam rezim internasional, maka standarisasi penyelenggaraan pendidikan (pengajaran dan riset) menjadi kata kunci untuk menjamin terjaganya keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan. Sisi penawaran menyangkut kontinuitas aktivitas riset civitas academica, sedangkan sisi permintaan adalah kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholders). Kemampuan memunculkan kekhasan lokal kata kuncinya adalah menentukan peran Unpad dalam jejaring sistem pendidikan tinggi internasional. Alih-alih berkompetisi dengan perguruan-perguruan tinggi yang sudah jauh lebih mapan, mengapa Unpad tidak mengembangkan kapasitas dan hasil-hasil riset yang lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Bayangkan, bila Unpad serius mengembangkan kajian ke-Sunda-an, tidak mustahil, Unpad akan mengalahkan Leiden sebagai kiblat studi tentang ke-Sunda-an. Atau, bila Unpad serius mengembangkan kajian tentang local governance, maka Unpad tidak akan kalah dengan perguruan-perguruan tinggi internasional yang juga mengembangkan program-program studi Asia, Afrika, dsb tapi Unpad punya nilai lebih karena sumber daya bahkan setting penelitiannya tersedia di negara kita. Pembedaan inilah yang tidak akan mampu disaingi oleh perguruan tinggi di negara maju.

Dengan demikian, jangan terjebak dengan pembenahan-pembenahan institusional yang bersifat intrumental tapi substansi ciri khas/pembeda/brand image justru tidak tergarap. Program kerja yang termuat dalam Renstra Unpad masih memberikan porsi yang sangat besar terhadap aspek-aspek instrumental tersebut, tapi belum banyak mengungkap gagasan tentang apa kekhasan Unpad yang akan menjadi senjata ampuh Unpad dalam menjadi perguruan tinggi kelas dunia. Mudah-mudahan di masa mendatang, ruang-ruang publik bagi berkembangnya kekuatan gagasan ini akan terus diperluas.

Tepi Cikapundung, 14 Oktober 2010

*) Tulisan ini dibuat untuk merespon ajakan diskusi salahseorang calon rektor Unpad yang berlaga dalam Pilrektor 2010 tentang isi Renstra Unpad.

Tidak ada komentar: